Feel Free For a Donation

Rabu, 24 April 2013

GRUNGE SUROBOYO SCENE SING CILIK, AREKE YO KARI THITHIK.. AYO SING GUYUB THO BROO..


“scene ini ibarat cermin yang pecah, kacanya berantakan di lantai.. berpotensi melukai siapapun yang melewatinya. Tak ada jalan keluar, cermin itu tak mungkin bisa disatukan kembali. Tapi bukankah kita bisa bersama-sama memunguti pecahannya, dengan sabar menyatukan kembali remah-remah tersebut, saling memberi ide, agar menjadi sebuah mozaik, seni pecahan kaca yang jauh lebih indah.”

  Saya menulis ini atas nama personal, atas nama keprihatinan yang mendalam, melihat scene grunge di Surabaya dewasa ini. Jika ditarik garis kebelakang, inilah scene yang telah melahirkan saya hingga bisa menghadapi kehidupan, dalam artian yang sebenarnya dari scene pulalah saya memperoleh kawan, saudara, bahkan hingga sampai istri.

  Saya datang ke Surabaya era tahun 95an sebagai seorang urban pecundang, ternganga melihat Scene Grunge di Surabaya waktu itu, rukun guyub, menyenangkan, tempat dimana saya tidak harus menjadi apapun untuk diterima. Saya ingat pula dimana saya berkenalan untuk pertama kalinya dengan sukoco, ali, gantrung, dan banyak lagi anak-anak grunge lainnya yang waktu itu masih baru bersama-sama tumbuh.   Sungguh masa yang menyenangkan apabila diingat, dimana meskipun saya pribadi tidak bergabung dengan komunitas SGC, bahkan membuat komunitas sendiri di Mitra, saya bisa dengan leluasa main di acara SGC, atau hanya sekedar nongkrong depan kantor bank ANK. Perbedaan bagi saya menambah keindahan dan keberagaman cara berpikir, diluar semua omong kosong itu, kami berteman dan tidak terjadi masalah.
Saya tidak akan menulis apapun tentang SGC atau tentang SGA, permasalahan-permasalahan masa lalu, atau apapun itu, yang telah menjadi luka di hati masing-masing.

  Saya hanya berharap, sungguh berharap.. bahwa masih ada yang berteriak keras “kita adalah grunge suroboyo  apapun namanya, dimanapun tongkrongannya!!”.

  Luka mungkin tak terobati, tapi saya memohon, saya bersimpuh, berilah sedikit maaf pada masa lalu. Meskipun tak terlupakan, tapi setidaknya maafkanlah. Bukankah gusti allah juga maha pemaaf kepada umatnya?

  Semakin banyak acara yang digelar keduanya, jadikan itu sebagai tolok ukur tingkat eksistensi scene yang tinggi, jangan jadikan sebagai perselisihan apalagi permusuhan. Semakin berbeda cara berpikir, jadikan itu sebagai keragaman intelektualitas yang bisa saling mendukung.


Semua adalah teman saya, semua adalah saudara saya..

Salam sayang

YY



pic by: Anezt Freesad