“scene ini ibarat cermin yang pecah, kacanya berantakan di
lantai.. berpotensi melukai siapapun yang melewatinya. Tak ada jalan keluar,
cermin itu tak mungkin bisa disatukan kembali. Tapi bukankah kita bisa
bersama-sama memunguti pecahannya, dengan sabar menyatukan kembali remah-remah
tersebut, saling memberi ide, agar menjadi sebuah mozaik, seni pecahan kaca
yang jauh lebih indah.”
Saya menulis ini atas nama personal, atas nama keprihatinan
yang mendalam, melihat scene grunge di Surabaya dewasa ini. Jika ditarik garis
kebelakang, inilah scene yang telah melahirkan saya hingga bisa menghadapi
kehidupan, dalam artian yang sebenarnya dari scene pulalah saya memperoleh
kawan, saudara, bahkan hingga sampai istri.
Saya datang ke Surabaya era tahun 95an sebagai seorang urban
pecundang, ternganga melihat Scene Grunge di Surabaya waktu itu, rukun guyub,
menyenangkan, tempat dimana saya tidak harus menjadi apapun untuk diterima.
Saya ingat pula dimana saya berkenalan untuk pertama kalinya dengan sukoco,
ali, gantrung, dan banyak lagi anak-anak grunge lainnya yang waktu itu masih
baru bersama-sama tumbuh. Sungguh masa yang menyenangkan apabila diingat,
dimana meskipun saya pribadi tidak bergabung dengan komunitas SGC, bahkan membuat
komunitas sendiri di Mitra, saya bisa dengan leluasa main di acara SGC, atau
hanya sekedar nongkrong depan kantor bank ANK. Perbedaan bagi saya menambah
keindahan dan keberagaman cara berpikir, diluar semua omong kosong itu, kami
berteman dan tidak terjadi masalah.
Saya tidak akan menulis apapun tentang SGC atau tentang SGA,
permasalahan-permasalahan masa lalu, atau apapun itu, yang telah menjadi luka
di hati masing-masing.
Saya hanya berharap, sungguh berharap.. bahwa masih ada yang
berteriak keras “kita adalah grunge
suroboyo apapun namanya, dimanapun
tongkrongannya!!”.
Luka mungkin tak terobati, tapi saya memohon, saya
bersimpuh, berilah sedikit maaf pada masa lalu. Meskipun tak terlupakan, tapi
setidaknya maafkanlah. Bukankah gusti allah juga maha pemaaf kepada umatnya?
Semakin banyak acara yang digelar keduanya, jadikan itu
sebagai tolok ukur tingkat eksistensi scene yang tinggi, jangan jadikan sebagai
perselisihan apalagi permusuhan. Semakin berbeda cara berpikir, jadikan itu
sebagai keragaman intelektualitas yang bisa saling mendukung.
Semua adalah teman saya, semua adalah saudara saya..
Salam sayang
YY
pic by: Anezt Freesad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar